Seorang bapak (sebut saja namanya Pak Amir) menghampiri saya yang pagi itu bertugas di helpdesk Amnesti Pajak, "mau tanya Mbak, ini pemutihan untuk pajak mobil ya ? Istri saya tuh yang biasa pakai, tapi kalo disuruh bayar pajaknya alasan lupa terus.." katanya panjang lebar.
Istilah "pemutihan" sering sekali diucapkan ayah saya dulu, maknanya sama dengan pengampunan pajak alias amnesti pajak. Entah istilah dari mana, mungkin maksudnya dengan pengampunan pajak tentu semua urusan pajak menjadi kembali putih.
PAJAK APA YANG DIAMPUNI MELALUI AMNESTI PAJAK ??
Pajak saat ini adalah sumber utama pembiayaan baik dalam APBN maupun APBD. Ditinjau dari kewenangan lembaga yang mengadministrasikannya, pajak dibagi dua yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah.
PAJAK PUSAT
PAJAK PUSAT adalah pajak yang kewenangannya dimiliki oleh Pemerintah Pusat baik dalam pengadministrasiannya maupun dalam menetapkan kriteria subjek pajak, objek pajak ataupun prosedur serta tata cara dalam pengenaannya. Pajak Pusat ini dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (di bawah Kementerian Keuangan RI) dengan kantor-kantor yang tersebar di seluruh nusantara yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP).
Kriteria suatu pajak ditetapkan sebagai Pajak Pusat apabila objek pajaknya mobile / dinamis <lintas sektoral>, dan mempunyai dampak yang luas. Pajak Pusat diantaranya adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dan Bea Materai serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (P3).
Pajak Pusat inilah yang menjadi sumber utama pendanaan dalam APBN (hampir 85%), dan akan digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah sesuai dengan ketentuan APBN. Pada prakteknya untuk mengurangi dispatitas antar daerah Pajak yang telah dikumpulkan kemudian akan didistribusikan kembali ke daerah dalam bentuk DAK, DAU maupun dana perimbangan. Beberapa jenis pajak didistribusikan ke daerah dalam bentuk sharing (bagi hasil) yaitu PPh Pasal 21 yaitu sebesar 20%.
Tidak semua yang bertempat tinggal di Indonesia mempunyai kewajiban membayar pajak, tetapi seluruh hasil yang diperoleh dari pajak tersebut digunakan untuk kepentingan bersama, juga untuk kepentingan rakyat yang tidak memikul beban pajak. Disini letak pemerataan dari pajak. Pembangunan yang sebagian besar dibiayai dari hasil pajak dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia tidak perduli apakah rakyat itu ikut memikul beban pajak atau tidak. Pemerataan pembangunan yang dibiayai dengan pajak sehingga setiap orang sampai ke pelosok- pelosok (Rochmat Soemitro).
Pajak Pusat ini lebih lanjut diatur dalam UU Perpajakan antara lain :
- UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), adalah UU yang mengatur formal perpajakan yang meliputi prosedur dan tata cara perpajakan.
- UU Pajak Penghasilan (UU PPh), mengatur tentang materi perpajakan khususnya PPh, antara lain siapa subjek, objek, tarif, saat terutang pajak dan sebagainya.
- UU Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, mengatur tentang materi perpajakan khususnya terkait PPN dan PPnBM, meliputi subjek, objek, tarif, saat terutang pajak dan sebagainya.
- UU Bea Materai, mengatur pajak atas pemanfaatan dokumen.
- UU PBB, mengatur tentang materi pengenaan pajak bumi dan bangunan atas sektor P3.
PAJAK DAERAH
PAJAK DAERAH adalah pajak yang kewenangannya dimiliki oleh Pemerintah Daerah (provinsi, kota dan kabupaten) baik dalam pengadministrasiannya maupun menetapkan kriteria subjek pajak, objek pajak ataupun prosedur serta tata cara dalam pengenaannya. Pajak Daerah sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagaimana tertuang dalam APBD akan digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran yang diatur dalam APBD. Pajak Daerah pengadministrasiannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) baik pada tingkat provinsi, kota maupun kabupaten.
Suatu pajak ditetapkan sebagai Pajak Daerah jika kriteria berikut ini dipenuhi yaitu objek pajak terletak pada wilayah provinsi / kota / kabupaten, mobilitas objek pajak rendah dan bukan merupakan objek Pajak Pusat. UU yang mengatur Pajak Daerah adalah UU No. 22 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Berdasarkan Pasal 2 UU No. 22 Tahun 2009 :
Pajak Provinsi terdiri dari :
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d. Pajak Air dan Permukaan; dan
e. Pajak Rokok
Pajak Kabupaten / Kota terdiri dari:
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkotaan dan Pedesaan;
k. Bea Perolehan Atas Tanah dan atau Bangunan.
AMNESTI PAJAK yang sedang kita bicarakan adalah program pengampunan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak meliputi penghapusan pajak yang seharusnya terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, serta penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan atas harta yang diperoleh pada tahun 2015 dan sebelumnya yang belum dilaporkan dalam SPT, dengan cara melunasi seluruh tunggakan pajak yang dimiliki dan membayar uang tebusan.
Amnesti Pajak ini diberlakukan seiring diundangkannya UU No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Manfaat (benerfit) bagi wajib pajak yang mengikuti Amnesti Pajak antara lain :
- Penghapusan pajak yang seharusnya terutang (PPh, PPN, dan/atau PPnBM) sanksi administrasi dan sanksi pidana yang belum diterbitkan ketetapannya.
- penghapusan sanksi atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan.
Berdasarkan uraian di atas, saya menjawab pertanyaan Pak Amir yang hadir di helpdesk tepat di hadapan saya, "mohon maaf Pak, amnesti pajak ini bukan program pengampunan atas Pajak Daerah (Pajak Provinsi), tapi PAJAK PUSAT. Yang diampuni adalah PPh, PPN dan/atau PPnBM"
"Oo bukan ya, Mbak. Trus dimana ya Mbak kalo pemutihan pajak mobil saya ??" tanya Pak Amir lagi. "Di Dispenda Provinsi, Pak ... coba Bapak tanya kesana" jawab saya.
Sebagai informasi Provinsi Kalimantan Barat tengah menjalankan Kebijakan program bulan sadar pajak dengan SK Gubernur Nomor 544/Dispenda/2016 tanggal 13 Juli 2016 berlaku sejak tanggal 18 Juli 2016 sampai dengan 31 Desember 2016. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya. Program ini dalam bentuk penghapusan denda pajak dan pembebasan bea balik nama kedua dan seterusnya. ( http://dipenda.kalbarprov.go.id/berita-196-dispenda-kalbar-hapus-denda-pajak-dan-bebaskan-bea-balik-nama-kendaraan-bermotor-kedua.html ).
Jadi, apakah pengampunan pajak alias Amnesti Pajak adalah program terobosan yang lazim ? jawabannya adalah IYA ... di tengah kondisi wajib pajak yang taat membayar pajak lebih rendah daripada yang tidak taat, kebijakan ini adalah kebijakan yang paling rasional dan "berperasaan". Contoh terdekat ada di sekitar kita, di kampung kita sendiri... yang diampuni tentu apa-apa yang menjadi kewenangannya, sebab pajak tidak melulu mempunyai fungsi budgeter (taxation for revenue only) tetapi pajak juga mempunyai fungsi regulerend. Pemerintah Daerah mengampuni Pajak Daerah dan Pemerintah Pusat mengampuni Pajak Pusat.
.. cerita dari mereka-mereka yang mencari dan memberi pengampunan ..