HARI OEANG DAN DIA
Kisah tentang Hari Oeang adalah kisah tentang sebuah perjuangan ....
Tanggal 2 September 1945, Badan Penolong Korban Perang (BPKP) dan Badan Keamanan Rakyat (BKR) mengadakan pertemuan di Karesidenan Surabaya dengan mencapai kesepakatan perlunya kekuatan dana untuk membiayai perekonomian negara yang baru dibentuk dan membiayai perjuangan. Dr. Samsi, yang menjadi Menteri Keuangan pada cabinet presidensial pertama, berupaya menggali informasi untuk membiayai perjuangan RI. Informasi itu adalah adanya uang peninggalan pemerintahan Hindia Belanda yang dikuasai Jepang tersimpan dalam Bank Escompto Surabaya. Ia berhasil mencairkan dana yang kemudian digunakan untuk perjuangan. Pada 26 September 1945, Dr. Samsi mengundurkan diri dan digantikan oleh A.A. Maramis.
Pada 24 Oktober 1945 Menteri Keuangan A.A Maramis menginstruksikan tim serikat buruh G. Kolff untuk menemukan tempat percetakan uang dengan teknologi yang relatif modern. Hasilnya adalah percetakan G. Kolff Jakarta dan Nederlands Indische Mataaalwaren en Emballage Fabrieken (NIMEF) Malang. Selanjutnya Menteri menetapkan pembentukan Panitia Penyelenggaraan Percetakan Uang Kertas Republik Indonesia yang diketuai oleh TBR Sabarudin. Oeang Republik Indonesia (ORI) pertama berhasil dicetak di bawah penanganan RAS Winarno dan Joenet Ramli.
Tanggal 14 November 1945 di masa kabinet Sjahrir I, Menteri keuangan dijabat oleh Mr. Sunarjo Kolopaking. Mr. Sunarjo mengikuti Konferensi Ekonomi pada Februari 1946 yang bertujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah produksi dan distribusi pangan, sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan. Pada 6 Maret 1946, panglima Allied Forces for Netherlands East Indies (AFNEI) mengumumkan berlakunya uangNederlandsch Indie Civil Administrartie (NICA) di daerah yang dikuasai sekutu.
Sebagai antisipasi, kabinet Sjahrir berupaya untuk mengedarkan ORI. Namun, upaya tersebut memerlukan dana yang tidak sedikit. Kabinet Sjahrir memilih Menteri Keuangan baru, yaitu Ir. Surachman Tjokroadisurjo. Ir. Surachman melakukan Program Pinjaman Nasional dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) pada Juli 1946. Ia sukses menembus blokade dengan melakukan diplomasi beras ke India serta mengadakan kontrak dengan perusahaan swasta Amerika. Kontrak ini dibawah badan semi pemerintah bernama Banking and Trading Coorporations yang dipimpin Soemitro Djojohadikusumo. Ir. Surachman juga membuka perwakilan dagang resmi di Singapura dan Malaysia yang bernama Indonesia Offce(Indoff).
Mr. Sjafruddin Prawiranegara menggantikan posisi Menteri Keuangan pada 2 Oktober 1946. Pada masa ini, pemerintah berhasil menerbitkan mata uang sendiri berupa EMISI PERTAMA uang kertas ORI pada tanggal 30 Oktober 1946. Pemerintah Indonesia menyatakan tanggal tersebut sebagai tanggal beredarnya Oeang Republik Indonesia (ORI) dimana uang Jepang, uang NICA, dan uangJavasche Bank tidak berlaku lagi. ORI pun diterima dengan perasaan bangga oleh seluruh rakyat Indonesia. Mata uang yang dicetak itu ditandatangani oleh Alexander Andries Maramis (15 mata uang periode 1945-1947).
Mengingat keberhasilan mencetak uang emisi pertama adalah kebanggaan sebagai bangsa Indonesia yang merdeka, maka 30 Oktober disahkan sebagai Hari Oeang Republik Indonesia.
http://kppnternate.net/sejarah/sejarah-hari-oeang-republik-indonesia
---------
Saya berjalan menyusuri koridor terminal 1A malam itu, jam menunjukkan pukul 20.45 wib. "Tutiiii ...." suara seorang wanita mengagetkan saya. Suara nya lembut saja sebenarnya bahkan nyaris tak terdengar sebenarnya, tapi di antara suara langkah kaki para penumpang yang berjalan tergesa-gesa suara itu jadi sangat nyaring. Saya menoleh ke arah suara itu berasal. "Haiiii ibu Meli (bukan nama sebenarnya)" balas saya sambil menghambur ke arahnya. Kami berpelukan. Cipika cipiki. "Apa kabar ??" Tanyanya. "Baik, ibuuuuu. Ibu juga apa kabaaarr ??", sambar saya. Meski ibu Meli ini mantan atasan saya, kami berkawan dekat sekali, dulu. Belasan tahun lalu. Biar begitu dekat, kiranya tugas jua lah yang akhirnya memisahkan kami, saya yang lebih dulu meninggalkannya. "Baik. Tuti sekarang di Kalimantan ??", tanyanya. "Iya Bu, Pontianak. Ibu dimana sekarang ya ?" Jawab saya dan balik lagi bertanya.
Begitulah jika kawan lama bertemu kembali. Tidak tahu kabar terbaru seorang kawan bukan berarti kita telah hapuskan dia dari ingatan, kadang waktu begitu sibukkan kita hingga tempatnya sedikit bergeser ke sudut memori kenangan manis tapi kabar baiknya ia tetap dilabeli dengan tanda cinta. "Saya di Semarang sekarang. Saya pernah beberapa kali dengar berita tentang kamu lo ... " katanya sambil senyum-senyum. "Maaakkk berita apeee yang ibu dengar niii ? Bukan berita burook kan ?? Jaoh-jaoh di Pontianak cuma berita burook yang ibu dengar tentang saya, maluu lahhh" kata saya lagi tirukan logat melayu Pontianak punya. "Hahaha ... tenang berita baik-baik aja kok" jawabnya.
Eh tunggu, dimana dia sekarang ?? Wah wah Semarang, enaknyaaaa, nggak kaya saya jauh bener di Pontianak. Huh !!
Perbincangan kiranya sampai pada ujungnya. "Ibu nunggu siapa ?" tanya saya. "Nunggu suami" jawabnya. Ooo dijemput suaminya. "Yuk bu kita nunggu di luar aja. Saya juga dijemput suami saya, dah di deket tadi katanya" ajak saya. "Saya nunggu suami, sebentar lagi pesawatnya mendarat," katanya. "Suami saya kan di Jawa Timur. Sayanya di Jawa Tengah. Anak-anak di Bogor sama Oma nya. Jadi ya begini.... tiap minggu janjian di bandara sama suami trus pulang ke Bogor ketemu anak-anak," katanya lagi dengan tenang.
Ah saya ini, menyesal tadi sudah mengumpat dan ngiri meski dalam hati... betapa enaknya dia cuma tugas di Semarang. Semarang - Jakarta kan cuma sekedipan aja. Sekarang saya cuma bisa terdiam dan bergumam sendiri, berapa beruntungnya saya. Setidaknya anak-anak masih dengan bapaknya. Setidaknya kami cuma membiayai 2 dapur.
"Namanya juga kita prajurit, disuruh ke kanan kita pergi ke kanan, di suruh ke kiri ya kita ke kiri. Dah panggilan tugas cari "oeang" buat negara. Insan keuangan buuu.... Cieee banget ya ... hahaha" sambungnya sambil tertawa penuh kebanggaan dan mencubit pinggang saya. Saya cuma nyengir kuda. Bener-bener nyengir kali ini. Tak dapat dibantah, kali ini dia lah yang benar !!
---------
Nenek mengeluarkan setangan merah dekil, sebatang sisir, gincu dan sekotak bedak murah. Kemudian empat lembar Ori dari limaratusan.
"Uang apa itu? Uang merah*? Uang Jepang" gertak kakek.
"Ori," Larasati menyusulkan suaranya dengan hati-hati.
Mata tua melotot itu kini pindah dari Larasati pada lembaran Ori. Tiba-tiba ia bertanya sambil menggedorkan tongkatnya "uang apa itu-Ori?"
Sekaligus Larasati dapat menangkap arti pertanyaan itu. Ori belum lagi banyak dikenal di daerah pendudukan. Memang baru dua hari dikeluarkan oleh Pemerintah Agung di Yogya. Dan keadaan ini yang dipergunakan untuk menyelamatkan dia.
"Ori-Oeang Republik Indonesia. Baru beberapa hari keluar. Pengganti uang Jepang. Uang Jepang tak laku lagi. Seratus Jepang untuk satu Ori."
Tongkat itu jatuh ke lantai tanah, lengan kakek gemetar merampas lembaran-lembaran itu dari tangan nenek. Dibelainya lembaran-lembaran uang itu dengan gugup. Mata tuanya kehilangan pelototannya. Kini berkaca-kaca sayu. Ia menciumi uang itu, tenggelam dalam perasaan berlebih-lebihan. Selapis ingus keluar dari hidungnya yang juga telah tua dan beberapa selaputnya merekat lembaran uang itu. Ia lupa pada Larasati, pada nenek, pada segala-galanya. Dengan suara menggigil dia bergumam seperti berdoa pada Tuhan: "uang jaya ! Jaya ! Seratus Jepang, satu Republik uang jaya"
- Pramoedya Ananta Toer, Larasati
---------
... dan tiba-tiba saya teringat anak-anak di rumah. Rindu ....
Handphone saya berbunyi .... Line di grup keluarga
P : "Ma, dimana ?? Papa di parkiran deket Solaria"
Z : "sprai tempat tidur mama sudah aku ganti. Sudah aku bersihin juga pake sapu lidi dan aku dah memutuskan malam ini tidur sama mama."
.... ternyata dia juga rindu ....
Saya pun lantas berpamitan. Cipika cipiki lagi dan janji akan saling bertukar kabar selepas ini. Kali ini saya peluk dia erat-erat, dengan sesungguh-sungguhnya .... pelukan saling menguatkan dua orang sahabat. Tanpa kata-kata. Tanpa air mata. Cuma senyuman dan tatap mata saling mendoakan. Semoga Allah jaga anak-anak kita.
Pontianak, Oktober 2016
* "Uang Merah" atau "uang Nica" = uang dikeluarkan kekuasaan Hindia - Belanda semasa itu untuk menghadapi "ORI", Oeang Republik indonesia