When you want something,
all the universe conspires in helping you to achieve it
-
Paulo
Coelho, The Alchemist
Dunia rasanya
memang telah bersekongkol ketika dalam hati kecil saya ingin sekali makan
Durian jatohan langsung dari tempatnya, di Batang Tarang. Meski awalnya
keinginan itu hampir sirna karena mobil yang mau membawa kami ke lokasi sudah
full, “bisa sih kalo mau dipangku atau duduk di bak belakang ...”. ih tega
..... di detik-detik terakhir “persengkokolan” alam semesta kejadian juga. “yuk
ikut, Bella nggak jadi berangkat ... hp nya hilang kemaren, dia lagi berduka
sekarang,” calon kawan seperjalanan menyapa saya pagi itu, suaranya kali ini
terdengar lebih merdu dari biasannya hehehe. “yuk lah berangkat...” Ah rejeki
memang nggak kemana ... sama sekali saya tidak doakan kesulitan bagi orang
lain, tapi begitulah jalan kemudahan itu ditentukan bagi seseorang meski jalan
itu bisa jadi kesulitan bagi yang lain atau sebaliknya.
Batang
Tarang adalah pusat pemerintahan dari sebuah kecamatan di Kabupaten Sanggau,
Kalimantan Barat yaitu Kecamatan Balai - Batang Tarang. Dengan mobil double cabin perjalanan dari Kota Pontianak
menuju Batang Tarang memakan waktu kurang lebih 3 jam jalan darat. Menyusuri
jalan Trans Kalimantan dan jalan Lintas
Kalimantan Poros Selatan yang mulus dan kemudian berbelok ke kiri memasuki
jalan Tayan Sosok memang terasa terbangun dari mimpi indah. Lubang besar dan
kecil serta aspal yang menangis akibat tergerus air hujan membolak balikkan
perut kami yang mulai kelaparan, hari memang telah beranjak siang. Keberuntungan kecil sebagai pemanis
perjalanan kami yang patut disyukuri adalah cuaca yang sangat bersahabat saat
itu yang artinya tidak turun hujan. Belum lagi menghabiskan jalan Tayan Sosok
kami berhenti di persimpangan. “Sebentar ya saya mau cari kawan untuk antar ke
lokasi,” Bang Gumay keluar dari dalam mobil dan menghampiri segerombolan
laki-laki sedang yang asik bercengkrama. Seorang kawan Bang Gumay sebagai
penunjuk jalan melompat naik ke atas cabin mobil kami.
Desa
Padi Kaye dengan nama daerah yang dikenal dengan sebutan Sinto ke sana lah
kemudian kami menuju. Perjalanan dari jalan Tayan Sosok menuju lokasi kurang
lebih 10 km dengan medan yang lebih berliku-liku dari sebelumnya. Jalan yang
semakin menyempit dari semula aspal mulus berganti menjadi jalan tanah yang bergelombang.
”Minggir
dulu Bang Abadi, itu ada mobil di depan kita.”
“Minggir
kemana lagi, Fakar?”
“Semak-semak
itulah !”
Mobil
kami pun menepi ke semak-semak agar kendaraan di depan kami bisa lewat.
“Makasih
Bang !”
“Yokkk
sama-sama, Bang !”
Sepanjang
kurang lebih 10 km pemandangan berganti-ganti mulai dari deretan rumah penduduk
dengan parabola besar dan sapi gemuk yang diikat di halaman rumah, semak
belukar, sampai pepohonan rimbun yang mirip hutan kecil. Perjalanan kami
berakhir di perkampungan kecil dengan deretan rumah yang tidak lebih dari 8
rumah, saya menebak-nebak penghuni 8 rumah itu adalah anak beranak, saudara
yang sangat dekat. Kami memarkir mobil di tanah kosong di tengah perkampungan
kecil itu.
“Yuk Mila,” saya merangkul gadis 'kecil' yang menyertai saya dalam perjalanan ini.
Kami
berenam menyusuri jalan tanah menanjak dengan pohon-pohon gagah tinggi besar yang
semula saya kira hutan, tapi ternyata itulah kebun Durian yang akan kami tuju
milik keluarga Bang Bona. Bang Bona ini kawan Bang Gumay, Bang Gumay kawan kami
jadi Bang Bona mulai hari itu juga jadi kawan kami... hehehe. Seperti penduduk
di Batang Tarang yang mayoritas adalah Suku Dayak begitu pula dengan Bang Bona.
Kami menjumpai Bang Bona di bedeng kecil di tengah kebun Durian. Tanpa dimulai
dengan jabat tangan perkenalan obrolan kami langsung menjadi hangat.
Kebun
Durian ini milik keluarga Bang Bona, turun temurun. Entah ada berapa pokok
pohon Durian di tempat itu, apa saja jenisnya dan berapa umurnya. Jangan bayangkan
kebun di sini seperti kebun Durian seperti di Kebun Durian Warso Farm di Bogor atau
di Kebun Mekarsari yang tertata rapi, buat saya kebun Durian Bang Bona malah lebih
mirip hutan kecil. Makanya tidak heran kalau di kebun ini juga ada tumbuhan lain selain pohon Durian, seperti pohon Asam Depih. Buah sejenis Mangga yang rasanya asam bukan kepalang. Goyangkan pohonnya, buah sebesar kepalan tangan akan berjatuhan seperi hujan. "Cocoknya buat sambal. Kalau sudah bikin sambal terasi campur Asam Depih ini mertua lewat pun tak tampak," begitu canda Bang Bona selepas memanjat pohon Asam Depih.
“Durian dari pohon yang itu kurang bagus dibanding yang lain,
meski daging buahnya manis tapi bijinya besar dan dagingnya tipis tapi sayang kalau mau ditebang,” kata Bang Bona
sambil menunjuk pokok pohon Durian di sebrang kami. Menurut Bang Bona dulu di
belakang kebun keluarganya juga kebun Durian, tapi sayang sekarang sudah dijual
oleh pemiliknya dan pemilik baru menebang semua pokok Durian. Kalau saja saat
pemiliknya menjual tanahnya itu saya ada uang pasti saya beli.
Saya
jadi teringat kisah Durian Condet. Pada masanya daerah Condet, Jakarta Timur adalah
daerah yang sangat terkenal bukan hanya dengan Salak Condetnya tetapi juga dengan
Duriannya. Menurut penuturan Ibu Megawati Soekarno Putri kepada TribuneNews
saat hadir dalam Program Konservasi Tumbuhan Lokal Bantaran Kali Ciliwung
(10/11/2013), ketika mendiang Presiden Soekarno masih hidup kerap mengajaknya
ke Condet tidak hanya untuk berburu Salak tetapi juga Durian. Sekarang Durian
Condet hanya jadi kisah manis dari masa lalu tanpa pernah kita dapat
mencicipinya kembali. Tentu saya berharap Durian Batang Tarang tidak bernasib serupa.
Jika
tiba waktunya musim Durian seperti di akhir-akhir tahun begini Bang Bona selalu
tidur di bedeng, menunggu Durian ‘mateng puun’ yang runtuh karena digoda angin.
Keesokan harinya satu persatu Durian dikumpulkan dan dibawa ke rumah. Kadang Durian
dibawa sendiri ke pasar terdekat oleh sanak saudara yang lain untuk di jual atau
ada juga pembeli yang langsung datang ke lokasi seperti saya dan kawan-kawan.
“Durian
dari kebun ini dijamin bukan Durian hasil petik, tapi Durian ‘jatohan’ masak
pohon. Ini dicoba dulu baru jatuh tadi, Tembaga,” kata Bang Bona sambil
menyodorkan Durian dengan daging buah berwarna kuning macam Tembaga. Durian
jenis ini favorit para penggila Durian, dalam satu buah durian paling hanya ada
5 butir saja. Meski buahnya tidak terlalu besar tetapi daging buahnya tebal,
bijinya kecil dan rasanya sangat manis dan legit. Inilah yang menjadi alasan
kami jauh-jauh ke Batang Tarang. Kami langsung melahap habis tanpa ampun.
Kamu
boleh percaya atau tidak, menurut saya Bang Bona ini kenal betul dengan dengan
masing-masing batang pohon Durian di kebunnya seperti anaknya sendiri. Menurut
Bang Bona jangan sekali-sekali memetik Durian dari pohonnya, bisa ngambek dan
tidak mau berbuah lagi nanti. Bahkan dimana harus membangun bedengnya pun
dilakukan dengan penuh perhitungan dengan mempertimbangkan kemana arah angin
biasa berhembus. Durian tidak akan jatuh menimpa atap bedeng, begitu katanya. Penuh
perhitungan.
Siang
itu tidak banyak Durian yang langsung kami makan di kebun, angin malas sekali
berhembus meski Durian yang telah ranum memanggil-manggil minta digoda. Kabar baiknya
adalah karena sebelumnya memang sudah mengabarkan akan berkunjung Bang Bona
sudah menyiapkan banyak sekali Durian yang bisa kami bawa pulang ke Pontianak. Kalau ada yang
bilang kesabaran dan keikhalasan itu akan terasa sangat manis dan legit,
kiranya saya dan kawan-kawan seperjalanan telah merasakannya pada gigitan terakhir daging buah Durian
Tembaga dari Batang Tarang. Seperti dituturkan Paulo
Coelho, jika para penikmat buah ini mempunyai keinginan yang kuat untuk merasakan terus legitnya Durian Batang Tarang semoga seluruh alam semesta mendukung untuk mewujudkannya.
--------
2 comments
Write commentsSelamat siang mbak, tulisannya sangat menginsfirasi untuk mencoba durian batang tarang bang bona, saya dari cirebon jawa barat berminat ke sana. Ada kontak nomer hp yg bisa dihubungi ? Terima kasih
ReplySekarang masih musim kah durian didbatabgtarang
Reply