Seorang kawan datang kepada saya satu bulan lalu. Dia menceritakan ayahnya yang hampir dua bulan belakangan ini berbaring lemah karena sakit yang dideritanya. Sementara itu sebagai seorang pengusaha dengan status Pengusaha Kena Pajak (PKP) tentunya banyak kewajiban perpajakan yang harus diselesaikan. Paling mendesak saat itu adalah hampir habisnya masa berlaku Sertifikat Elektronik. “Boleh kah sebagai anak, saya mewakilkan ayah saya mengurus Sertifikat Elektronik ke kantor pajak ?” katanya waktu itu.
Sayang sekali saya harus memberikan jawaban “tidak bisa”. Meski kawan saya itu nyata-nyata adalah anak kandung dari wajib pajak dan meskipun dilengkapi dengan surat kuasa khusus jawabannya tetap “tidak bisa”.
Terhitung mulai 1 Juli 2016 PKP di seluruh Indonesia dalam menerbitkan Faktur Pajak sudah harus menggunakan aplikasi e-Faktur sesuai PER-16/PJ/2014 dan KEP-136/PJ/2014. Sebagai langkah awal untuk membuat Faktur Pajak secara elektronik (e-Faktur), PKP harus mendapatkan Sertifikat Elektronik dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar.
Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikat Elektronik. Lebih lanjut Sertifikat Elektronik dapat digunakan PKP untuk memperoleh layanan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak, pembuatan Faktur Pajak berbentuk elektronik melalui aplikasi e-Faktur, ataupun layanan perpajakan secara elektronik lainnya yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Ditjen Pajak.
Mengingat Sertifikat Elektonik memegang peranan penting dalam proses penerbitan e-Faktur untuk menghindari penyalahgunaan, maka dapat dipahami jika Ditjen Pajak mengatur secara ketat pemberian sertifikat tersebut. Sebagaimana telah diatur dalam Per-28/PJ/2015 untuk mendapatkan Sertifikat Elektronik, PKP terlebih dahulu harus menyampaikan Surat Permintaan Sertifikat Elektronik dan Pernyataan Persetujuan Penggunaan Sertifikat Elektronik yang ditandatangani dan disampaikan oleh PKP yang bersangkutan secara langsung ke KPP setempat tempat PKP dikukuhkan dan tidak diperkenankan untuk dikuasakan ke pihak lain.
Mengingat ayah kawan saya tadi adalah PKP Orang Pribadi, seperti yang telah saya sampaikan kepadanya, pengajuan Sertifikat Elektronik tidak dapat diwakilkan ataupun dikuasakan kepada pihak lain (termasuk kepada anaknya sendiri). Jika demikian seorang Wajib Pajak Orang Pribadi karena keadaannya menyebabkan dirinya tidak cakap melakukan perbuatan hukum apakah lantas usaha yang selama ini dibangun harus berhenti ? Jawabannya tentu saja tidak.
Pengampuan
Pengampuan (curatele) adalah suatu daya upaya hukum untuk menempatkan seseorang yang telah dewasa menjadi sama seperti orang yang belum dewasa. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan disebut curandus, Pengampunya disebut curator dan pengampuannya disebut curatele. Pengampuan diatur dalam Pasal 433 sampai dengan Pasal 462 KUHPerdata. Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosannya. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa seseorang dewasa/(meerderajrig) karena keadaan-keadaan mental dan fisiknya yang dianggap tidak atau kurang sempurna serta tidak mampu mengurus dirinya sendiri sehingga dapat dikatakan seseorang dewasa tersebut berkedudukan sama dengan status hukum anak yang belum dewasa (minderjarig).
Pengampuan untuk orang yang berada dalam pengampuan curator bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak cakap hukum dilakukan berdasarkan penetapan dari pengadilan negeri. Pengampuan dimulai sejak diucapkannya putusan atas suatu permintaan pengampuan dalam sebuah sidang terbuka. Putusan diambil oleh Majelis Hakim setelah memeriksa permohonan calon curandus yang berisi fakta-fakta yang mendukung permohonannya, bukti-bukti, mendengar dan memanggil dengan sah semua pihak yang diajukan sebagai saksi (bila pengadilan negeri berpendapat, bahwa peristiwa-peristiwa itu cukup penting guna mendasarkan suatu pengampuan, maka perlu didengar para keluarga sedarah atau semenda) dan berdasarkan kesimpulan jaksa.
Pasal 434 KUHPerdata mengatur siapa saja yang berhak mengajukan pengampuan, yaitu (1) keluarga sedarah terhadap keluarga sedarahnya serta suami atau istri, dalam hal keadaannya dungu, sakit ingatan atau mata gelap; (2) setiap anggota keluarga sedarah baik dalam garis lurus maupun dalam garis samping sampai derajat keempat serta suami atau istri, untuk orang dewasa dalam keadaan boros; (3) dirinya sendiri, dalam hal bagi orang yang merasa lemah pikirannya, misalnya terlalu lanjut usia, sakit keras, dan cacat, sehingga merasa tidak mampu untuk mengurus kepentingannya sendiri dengan baik yang berhak meminta pengampuan adalah dirinya sendiri. Lalu bagaimana jika calon curandus tidak memiliki pihak-pihak yang berhak mengajukan pengampuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 434 KUHPerdata ? untuk keadaan yang demikian, maka pengajuan pengampuan diajukan oleh Kejaksaan (Pasal 435 KUHPerdata). Permohonan pengampuan diajukan ke pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat kediaman orang yang hendak memohon pengampuan (Pasal 436 KUHPerdata).
Menengok Pasal 452 ayat (1) dan Pasal 446 ayat (2) KUHPerdata jelas disebut akibat hukum dari orang yang ditaruh di bawah pengampuan adalah ia sama dengan orang yang belum dewasa dan segala perbuatan hukum yang dilakukannya menjadi batal demi hukum.
Namun demikian, jika sebab-sebab pengampuan sudah hilang ataupun curadus meninggal dunia maka berdasarkan Pasal 460 KUHPerdata pengampuan berakhir, “pengampuan berakhir bila sebab-sebab yang mengakibatkannya telah hilang; tetapi pembebasan itu tidak akan diberikan, selain dengan memperhatikan tatacara yang ditentutukan oleh undang-undangn guna memperoleh pengampuan, dank arena itu orang ditempatkan di bawah pengampuan tidak bolehmenikmati kembali hak-haknya sebelum keputusan tentang pembebasan pengampuan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti”. Pembebasan diri pengampuan harus diumumkan dengan menempatkannya dalam Berita Negara.
Kedudukan Pengampu Dalam Hukum Pajak.
Sejalan dengan Hukum Perdata, pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan wajib pajak yang tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum dapat dilakukan oleh Pengampunya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 32 ayat (1) huruf f Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP), dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili dalam hal anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau pengampunya. Pengampu sebagai wakil wajib pajak tanpa perlu surat kuasa khusus dapat bertindak (melakukan perbuatan hukum) dalam melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan dari wajib pajak. Wakil wajib pajak bertanggungjawab secara pribadi dan/atau secara renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang terutang tersebut.
Kembali kepada cerita saya di awal tulisan ini, mengaju pada Pasal 434 KUHPerdata, maka yang berhak mengajukan permohonan pengampuan bagi ayah kawan saya itu adalah dirinya sendiri. Jika kemudian ayahnya menunjuk kawan saya
itu sebagai Pengampu dan dikabulkan oleh pengadilan negeri, maka hak dan kewajiban perpajakan ayahnya itu menjadi tanggung jawabnya.
---
Belalang Sipit
Pontianak, 23 Agustus 2018
Tulisan ini telah dimuat di http://www.pajak.go.id/article/menjalankan-hak-dan-kewajiban-perpajakan-melalui-pengampu