Pantai di Ketapang |
"Perkenalkan nama saya Muhammad Qoid Huwaidi."
"Homebase homebase. Homemase-nya mana, Dek ?"
"Ketapang."
"Oooo. "
***
- Kota Ketapang terletak di Propinsi Kalimantan Barat. Dengan memulai perjalanan dari Kota Pontianak, untuk sampai ke sana bisa melalui jalan darat, laut maupun udara. Dari Bandara Supadio di Pontianak menuju Bandara Rahadi Oesman di Ketapang, perlu waktu sekitar 45 menit di atas pesawat ATR. Lain lagi ceritanya jika melalui jalan darat. Dengan kondisi jalan Trans Kalimantan yang mulus perlu waktu 8 - 10 jam dari Pontianak ke kota tersebut. Alternatif lain adalah dengan speedboat dari Pontianak. Dengan kapal feri juga bisa tetapi berlabuh di Teluk Batang (Sukadana). Lalu lanjut lagi kira-kira 30 menit jalan darat dari Sukadana ke Ketapang. Alternatif terakhir itu pernah saya coba, meski hanya sampai Sukadana. Dari Rasau di Kota Pontianak kapal feri berlayar lepas Maghrib dan sampau di Teluk Betang di Kabupaten Sukadana kira-kira pukul 4 pagi.
Qoid adalah pegawai baru di DJP. Homebase-nya yang di Ketapang sana sangat jauh dari tempatnya bekerja kini. Dia bersama 6 orang lainnya mulai minggu ini OJT di kantor saya. Sama seperti Qoid, tidak ada satu pun dari mereka yang berdomisili di DKI Jakarta. Saat ini di DJP apapun posisinya, berada jauh dari homebase adalah sebuah keniscayaan. Komposisi pegawai berdasarkan asal atau domisili tidak merata. Mayoritas memiliki domisili di Pulau Jawa. Saya pun pernah merasakan jauh dari rumah, 2,5 tahun di Bandung dan 3 tahun 3 bulan di Pontianak. Sebetulnya tidak hanya di DJP, dengan berbagai alasan siapa pun dia mempunyai potensi untuk menjadi perantau alias jauh dari homebase.
Lalu bagaimana jika itu terjadi pada diri kita ? Bagaimana dengan keluarga, pacar, ibu, bapak, anak atau pasangan kita ? Bagaimana jika kesepian dan sakit selama di rantau ?
Saya yakin siapa pun yang berada jauh dari kampung halaman akan memiliki pertanyaan dan kekhawatiran yang sama. Wajar dan sangat manuasiawi. Saya pernah merasakan hal serupa. Sudah tidak terhitung berapa kali menangis sendirian di kamar kos kala rindu menyerang. Pun begitu setiap tantangan harus kita hadapi dengan gagah, bukan ?
Stephanie Cacioppo, Direktur Brain Dynamics Lab di University of Chicago Pritzker School of Medicine lewat sebuah artikel yang dirilis nationalgeographic.grid.id (04/02/2019) mengatakan,"kesepian meningkatkan risiko kematian hingga 26%. Lebih parah dari obesitas. Ia juga dapat menular seperti wabah."
Peneliti asal AS tersebut mengatakan bahwa ia memiliki jawaban atas masalah kesepian yang 'mewabah' dalam bentuk pil. Pil yang diharapkan dapat mencegah seseorang mengalami kesepian kronis.
Horreeee !!!
Eits jangan senang dulu. Penelitian Cacioppo itu belum rampung. Masih menurut Cacioppo obat tersebut hanya dikonsumsi sebagai 'penyelamat' di
waktu genting dan bukan solusi jangka panjang (obat tersebut mendapat banyak kritik).
Melalui tulisan ini sebetulnya saya ingin berbagi tips bagaimana tetap merasa satu tahun di rantau tidak akan pernah lebih dari 365 hari.
Pertama, intensif menjalin komunikasi dengan keluarga. Berjarak mestinya bukan jadi penghalang terciptanya komunikasi yang baik dengan orang-orang yang kita kasihi. Seorang kawan tertawa saat saya bilang memiliki grup whatsapp keluarga.
"Ibu zaman now, ada WAG keluarga inti."
"Bukannya di semua keluarga sekarang begitu ? Walaupun isinya cuma laporan. pamit, minta duit, info transfer dan sejenisnya ?"
"Ini isinya cuma 5 orang."
"Kalau mau lebih dari 5 orang, berarti mesti tambah anggota keluarga lagi dong. Ciee."
Jangan anggap remeh komunikasi, sebab banyak hubungan menjadi tidak harmonis karena gagal menjaga komunikasi.
Kedua, perbanyak teman. Teman di perantauan adalah saudara. Berteman lah sebanyak mungkin selama di rantau. Sebuah penelitian yang ditulis New York Times pada edisi Rabu (22/4), antara lain di Australia. Di sana dilakukan riset sepanjang 10 tahun. Dalam rentang waktu itu, ditemukan bahwa tingkat kematian orang tua yang memiliki banyak teman, 22 persen lebih kecil daripada yang temannya sedikit.
Teman yang banyak membuat kita merasa nyaman dan aman. Perasaan ini menjadi mendorong seseorang lebih bahagia dan panjang umur.
Beberapa teman bahkan kemudian menemukan jodoh lalu memindahkan homebasenya ke sana (catatan : ini hanya berlaku buat para jejaka dan gadis ya 😊).
Ketiga, temukan hobby-mu. Kesenangan (passion) menumbuhkan rasa cinta dan optimis. Selama di rantau coba renungkan hobby yang dulu sempat terlupa. Jika tidak ada, temukan hobby baru. Lakukan segera. Waktu kita sangat berlimpah selagi di rantau. Apalagi jika rantau kita itu bukan berada di Jakarta dan sekitarnya di mana relatif tidak ada gangguang lalu lintas. Beberapa teman saya menemukan hobby barunya. Misalkan Dewi dengan hobby travelingnya, Fakar dengan hobby musiknya, atau Rifky dengan hobby menulisnya. Syukur-syukur kalau hobby baru itu menambah saldo rekening kita, misalkan hobby mencecep kopi lokal Aceh membuat kita jadi pemasok Kopi Gayo. Saya sendiri jadi suka jalan-jalan. Menjelajah Pontianak dan sekitarnya asik juga. Berburu Durian sampai ke pelosok Sanggau tidak terkira serunya. Banyak hal baru yang bisa saya lakukan selama di rantau, bahkan sesuatu yang tidak terpikirkan dapat saya lakukan sebelumnya.
Terakhir, untuk mereka yang belum bisa memeluk homebase percaya lah bahwa selalu ada harapan untuk pulang. If you know you're going home, the journey is never to hard - Angela Wood
===
Belalang Sipit
08/02/2019